Makalah Demam Berdarah Dengue (DBD)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau, DEN-4 (virus tipe 1-4) yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah
terinfeksi oleh virus dengue dari penderita DBD lainnya. Masa inkubasi penyakit DBD, yaitu periode sejak virus dengue menginfeksi manusia hingga menimbulkan
gejala klinis, antara 3-14 hari, rata-rata antara 4-7 hari.
Penyakit
DBD tidak ditularkan langsung dari orang ke orang. Penderita menjadi infeksi
bagi nyamuk pada saat virenemia, yaitu beberapa saat menjelang timbulnya demam
hingga saat masa demam berakhir, biasanya berlangsung selama 3-5 hari. Nyamuk Aedes aegipti menjadi infeksi
8-12 hari sesudah mengisap darah penderita DBD sebelumnya. Selama periode ini.
Nyamuk Aedes yang telah terinfeksi oleh virus dengue ini akan tetap infeksi
selama hidupnya dan potensial menularkan virus dengue kepada manusia yang
rentan lainnya.
Kedua
jenis nyamuk Aedes ini, terdapat hamper di seluruh pelosok Indonesia, kecuali
di ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. Nyamuk Aedes
aegypti merupakan penyebar penyakit (vector) DBD yang paling efektif dan utama
karena tinggal disekitar permukiman penduduk. Adapun nyamuk Aedes albopictus,
banyak terdapat di daerah perkebunan dan semak-semak.
DBD
pertama dikenal di Filipina pada 1953. Gejala klinis yang muncul diketahui
akibat infeksi virus DEN-2 dan DEN-4, yang berhasil diisolasi di Filipina pada
1956. Dua tahun kemudian, keempat tipe virus berhasil diisolasi di Thailand.
Selang tiga decade berikutnya, penyakit DBD ditemukan di Kamboja, Cina,
Indonesi, Laos, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan
beberapa wilayah kepulauan Pasifik (Laporan WHO).
Indidensi
global dari penyakit DBD meningkat secara dramatis dalam beberapa decade
terakhir. Penyakit DBD kini telah menjadi endemic di lebih 100 negara di
fasifik, Amerika, Medeterania Timur, Asia Tenggara Pasifik Barat.
Pola
siklus peningkatan laju penularan bersamaan dengan musim hujan telah teramati
di beberapa negara.
Kolerasi antara penurunan suhu dan turunnya hujan menjadi factor penting dalam
peningkatan laju penularan penyakit DBD, penurunan suhu meningkatkan ketahanan
hidup nyamuk Aedes dewasa, bahkan dapat mempengaruhi pola makan dan reproduksi nyamuk serta kepadatan populasinya.
Penyakit
DBD kini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di banyak negara tropis Asia Tenggara dan wilayah
Pasifik Barat, yang mengita perhatian para ahli kesehatan dunia. Penyakit ini
termasuk ke dalam sepuluh penyebab perawatan di rumah sakit dan kematian pada
anak-anak, sedikitnya di delapan Negara tropis Asia.
BAB II
ISI
Pengertian
Penyakit
Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
virus DEN-1, DEN-2, DEN-3 atau, DEN-4 yang ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi oleh virus
dengue dari penderita DBD lainnya.
Faktor-Faktor Yang Berperan
Sebagaimana
model epidemiologi penyebaran penyakit infeksi yang dibuat oleh Jhon Gordon,
penularan penyakit DBD juga dipengaruhi oleh interaksi 3 faktor, yaitu sebagai
berikut.
1. Factor pejamu (target penyakit, inang),
dalam hal ini adalah manusia yang rentan tertular penyakit DBD.
2. Factor penyebar (Vector) dan penyebab
penyakit (Agen), dalam hal ini adalah virus DEN tipe 1-4 sebagai agen penyebab
penyakit, sedangkan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus berperan segabai
vector penyebar penyakit DBD.
3. Factor lingkungan, yakni lingkungan yang memudahkan
terjadinya kontak penularan penyakit DBD
Berbagai upaya
untuk memutus mata rantai penularan penyakit DBD dapat ditempuh dengan cara
modifikasi faktor-faktor yang terlibat di dalamnya. Perbaikan kualitas kebersihan
(sanitasi) lingkungan, menekan jumlah populasi nyamuk Aedes aegypti selaku
vektor penyakit DBD, serta pencegahan penyakit dan pengobatan segera bagi
penderita penyakit DBD adalah beberapa langkah yang dapat ditempuh untuk
mencapai tujuan ini.
1.
Faktor Pejamu (Target penyakit, inang)
Anak-anak
cenderung lebih rentang dibandingkan kelompok usia lain, salah satunya adalah
karena factor imunita (kekebalan) yang relatof lebih rendah dibandingkan orang
dewasa. Selain itu, pada kasus-kasus berat, yakni DHF derajat 3 dan 4,
komplikasi terberat yang kerap muncul yaitu syok, relative lebih banyk dijumpai
pada anak-anak dan sering kali tidak tertangani dan berakhir dengan kematian
penderita.
2.
Faktor Agen (Faktor Virus Dengue)
·
Karakteristik virus dengue
Virus
dengue merupakan anggota family Flaviviridae. Keempat tipe virus dengue
menunjukkan banyak persamaan karakteristik dengan virus yang lain. Virus dengue memiliki kode genetic
(genom) RNA rantai tunggal, yang dikelilingi oleh selubung inti (nukleokapsid)
ikosahedral dan terbungkus pleh selaput lipid (lemak). Genom flavivirus
mempunyai panjang kirakira 11kn (kilobases), dan urutan genom lengkap telah
dikenal untuk mengisolasi keempat tipe virus yang masing-masing mengode
nukleokapsid dan protein inti (c), protein yang berkaitan dengan membrane (M),
protein pembungkus (E), dan tujuh gen protein nonstrikrural (NS).Virus dengue
bersifat stabil
terhadap panas (termolabil). Sifat ini mesti diperhatikan ketika kita hendak
melakukan isolasi ataupun mengultur virus.
·
Klasifikasi empat tipe virus dengue
Ada
empat tipe virus penyebab DBD, yaitu; DEN-1. DEN-2. DEN-3, dan DEN 4.
Masing-masing dari virus ini dapat dibedakan melalui isolasi virus di laboratorium.
Infeksi oleh satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas yang menetap
terhadap infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang, namun, hanya memberikan imunitas
sementara dan parsial terhadap infeksi virus lainnya.
Misalnya,
seseorang yang telah terinfeksi oleh virus DEN-2, akan mendapat imunitas
menetap tehadap infeksi virus DEN-2 pada masa yang akan datang. Namun, ia tidak memiliki imunitas
menetap jika terinfeksi oleh vorus DEN-3 di kemudian hari. Selain itu, ada
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa jika seseorang yang pernah terinfeksi oleh
salah satu tipe virus dengue, kemusian terinfeksi lagi oleh virus tipe lainnya, gejala klinis yang
timbul akan jauh lebih berat dan sering kali fatal.
Kondisi
inilah yang mengulitkan untuk pembuatan vaksin untuk penyakit DBD. Meskipun
demikian, saat ini para ahli masih terus berupaya memformulasikan vaksin dengan harapkan akan memberikan kekebalan
terhadap seluruh tipe virus dengue.
3.
Faktor Vektor DBD
·
Klasifikasi ilmiah (taksonomi) nyamuk
Aedes Aegypti
a. Morfologi
nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk
Aedes aegypti betina dewasa memiliki tubuh berwarna hitam kecoklatan. Ukuran
tubuh nyamuk Aedes aegypti betina anatara 3-4 cm, dengan mengabaikan panjang
kakinya. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garis-garis putih
keperakan. Dibagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung
vertical dobagian kiri dan kanan yang menjadi cirri dari nyamuk spesies ini.
Sisik pada tubuh nyamuk umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan
identifikasi pasa nyamuk-nyamuk tua.
Ukuran dan nyamuk jenis ini kerap berbeda
antar populasi, beruntung pada kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh
nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaaan
nyata dalam hal ukuran. Biasanya, nyamuk jantan memiliki tubuh lebih kecil dari
pada betina, dan pada betina, dan terdapat rambut-rambut tebal pada antenna
nyamuk jantan. Kedua cini ini dapat diamati dengan mata telanjang.
b. Siklus
hidup nyamuk Aedes Aegypti
Nyamuk
Aedes Aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan
air bersih secara individual. Setiap hari nyamuk Aedes betina dapat bertelur
rata-rata 100 butir. Telurnya berbebtuk elips berwarna hitam dan berpisah satu
dengan yang lain. Telur menetas dalam satu sampai dua hari menjadi larva.
Terdapat
empat tahapan dalam perkembangan larva yang di sebut instar. Perkembangan dari
instar satu ke instar empat memerlukan waktu sekitar lima hari. Setelah
mencapai instar keempat, larva berubah menjadi pupa di man larva memasuki masa
dorman (inakrif, tidur). Pulpa bertahan selama dua hari sebelum
akhirnya nyamuk dewasa keluar pupa. Perkembangan dari telur hingga nyamuk
dewasa membutuhkan waktu tujuh hingga delapan hari, tetapi dapat lebih lama
jika kondisi lingkungan ridak mendukung. Telur Aedes aegypti tahan terhadap
kondisi kekeringan, bahkan bisa bertahan hingga datu bulan dalam keadaan
kering.Jika terendap air, telur kering dapet menetas menjadi larva.sebaliknya,
larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva
saat berkembang dapat memengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilakan.
Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan makanan akan
menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah.
·
Pola aktivitas nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk
Aedes aegypti bersifat dural, yakni aktif pada pagi hungga siang hari.
Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang
menghisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein, antara lain
prostaglandin, yang diperlukan untuk bertelur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan
darah, dan memeperoleh sumber energy dari nectar bunga ataupun tumbuhan.
·
Distribusi nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk
Aedes aegypti merupakan
spesies nyamuk tropis dan subtropics yang banyak ditemukan antara garis lintang
35oU dan 35oS. distribusi nyamuk ini dibatasi oleh
ketinggian, biasanya tidak dapat dijumpai pada daerah dengan ketinggian lebih
dari 1.000m, meski pernah ditemukan pada ketinggian 2,121m di India san 2.200m
di kolombia. (Genis)
4.
Faktor lingkungan
Nyamuk
Aedes aegypti sangat suka tinggal dan
berbiak di genangan air bersih yang tidak berkontak langsung dengan tanah.
Vektor penyakit DBD ini diketahui banyak bertelur digenangan air yang terdapat
pada sisa-sisa kaleng bekas, tempat penampungan air, bak mandi, ban bekas, dan
sebagainya.
Proses timbulnya penyakit DBD
1.
Demam dengue
Umunya,
demam dengue merupakan penyakit saat seseorang terinfeksi salah satu serotype
virus dengue untuk pertama kalinya. Musalnya, DEN-1 atau DEN-2. Hal ini terjadi
paling tidak 6 tahun – 5 tahun sebelum seseorang terinfeksi virus DBD.
Demam
dengue merupaka akibat paling ringan yang ditimbulkan virus dengue. Orang yang
tidak mengerti sering menyebutnya sebagai gejala demam berdarah. Hal ini
dikarenakan gejalanya yang hamper serupa, seperti demam tinggi ngedadak, sakit
kepala berat, nyeri persendiaan dan otot, mual, muntah, dan dapat tumbul ruam.
Biasanya, ruam timbul saat penderita mulai merasa sakit. Ruam pertama kali
muncul di sekitar di dada, tubuh, dan perut. Selanjutnya, menyebar ke anggota
gerak tangan dan kaki), lalu ke muka. Biasanya, ruam akan hilang tanpa bekas.
Penderita
demam dengue juga dapat mengalami trombosit topenia (penurunan jumlah
trombosit) meskipun tidak separah demam berdarah dengue. Biasanya, kondisi ini
dapat kembali normal dalam waktu satu minggu.hanya diperlukan istirahat yang
cukup dan obat penurun panas untuk menyembuhkan. Cairan elektrolit dapat
diberkan jika penderita mengalami demam tinggi (>40oC) dan
disertai muntah, diare, atau pengeluaran keringat yang berlebihan.
2.
Demam berdarah dengue
Sebelum
seseorang terkena DBD, di dalam tubuhnya telah ada satu jenis serotype virud
dengue (serangan pertama kali). Biasanya, serangan pertama kali ini menimbulkan
demam dengue. Ia akan kenal seumur hidup terhadap serotype yang menyerang
pertama kali itu. Namun, hanya akan kebal maksimal 6 bulan – 5 tahun terhadap
serotype virus dengue lain.
Masa
inkubasi DBD dimulai dari gigitan sampai timbul gejala, berlangsung selama dua
minggu. Darah penderita sudah mengandung virus, yaitu sekitar 1-2 hari sebelum
terserang demam. Virus tersebut berada dalam darah selama 5-8 hari. Jika daya
tahan tubuh tidak cukup kuat melawan virus dengue maka orang tersebut akan
mengalami berbagai gejala DBD. Demam berlangsung selama 2-7 hari. Penderita
juga sering mual, muntah, sakit kepala, nyeri otot, nyeri persendiaan, nyeri
tulang, dan perut terasa kembung, demam yang tinggi dapat menimbulkan kejang
atau step.
Sering
, gejala-gejala tersebut sulit dideteksi sebagai gejala demam berdarah. Hal ini
dikarenakan gejalanya hamper menyerupai gejala penyakit infeksi akut. Justru,
tanda khas muncul saat penderitanya sudah memasuki keadaan yang cukup parah,
yaitu adanya pendarahan di berbagai orhan tubuh. Bentuk pendarahan yang paling
sering berupa pendarahan kulit yang dapat diperiksa melalui uji bending (rumple
leede).
Selain
itu, gejala khas yang dapat terlihat dari tampilan wajah yang cenderung
memerah, terjadi pembesaran hari, dan tinja yang berwarna hitam atau mengndung
darah. Jika gejala ini sudah muncul, biasanya penderita harus dirawat dengan
lebih serius agar tidak memasuki fase kritis.
Pada
penderita DBD selalu terjadi trombositopenis yang muali ditemukan pada hari
ketiga dan terakhir pada hari kedelapan sakit. Umumnya, jumlah trombosit
<100.000/mm3. Selain itu, terjadi peningkatan nilai hematokrit
yang dikarenakan kebocoran pembuluh darah. Jika hal ini tidak bisa
ditanggulangi, akan terjadi pendarahan saluran cerna yangditandai dengan warna
tinja yang hitam seperti ter. Pada stadium akhir, dapat terjadi muntah darah
segar. Biasanya, hal ini berakibat fatal.
Sebelum
muncul gejala tersebut, tubuh akan bereaksi terhadap virus, pada tahap awal,
tubuh mencoba untuk melawan virus dengan menetralisasi virus. Ruam merupakan
bentuk netralisasi ini ini. Namun, jika tidak berhasil maka virus mulai
mengganggu fingsi pembekuan darah. Hal ini merupakan akubat dari penurunan
jumlah dan kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi
perdarahan.
Jika
kondisi ini menjadi parah maka akan timbul kebocoran plasma darah. Plasma dari
dalam pembuluh darah akan memasuki rongga perut dan paru-paru. Keadaan ini bisa
fatal akibatnya. Inilah yang disebut sebagai demam berdarah dengue. Jika tidak
dapat ditanggulangi, dapat menjadi sindrom syok dengue
3.
Simdrom syok dengue (SSD)
Penderita
DBD dalam keadaan apapun perlu mendapatkan perawatan dan pemantauan yang
serius. Utamanya, jika demam mendadak turun. Selain menjadi indikasi
kesembuhan, penurunan suhu tubuh sering menjadi gejala awal penderita memasuki
tahap sindrom syok dengue.nkeadaan ini sering terjadi pada hari keempat sampai
hari kelima sakit. Sindrom syok dengue merupakan suatu keadaan yang sangat
buruk dan dapat muncul secara tiba-tiba.
Banyak orangtua
termasuk dokter terkecoh dengan kondisi ini, sering, penderita dianggap akan
segera sembuh karena subu tubuh menurun. Padahal, jika diperhatikan dengan
benar, penderita DBD yang memasukI fase SSD tampak gelisah.
Patogenesis
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
dan infeksi pertama mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi yang
amat berbeda akan tampak bila seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan
tipe virus dengue yang berlainan. Hipotesis infeksi sekunder (the secamdary
heterologous infection/ the sequential infection hypothesis) menyatakan bahwa
demam berdarah dengue dapat terjadi bila seseorang setelah terinfeksi dengue
pertama kali mendapat infeksi berulang dengue lainnya. Disamping itu replikasi
virus dengue terjadi juga dalam limsofit yang bertransformasi dengan akibat
terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya
virus kompleks antigen – antibodi (virus antibody complex.
Gejala Demam Berdarah Dengue
Tanda dan Gejala
Penyakit Demam Berdarah Dengue Masa tunas / inkubasi selama 3 – 15 hari sejak
seseorang terserang virus dengue, Selanjutnya penderita akan menampakkan
berbagai tanda dan gejala demam berdarah sebagai berikut :
1.
Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38
– 40 derajat Celsius).
2.
Pada pemeriksaan uji torniquet, tampak
adanya jentik (puspura) perdarahan.
3.
Adanya bentuk perdarahan dikelopak mata
bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan kotoran
(Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.
4.
Terjadi pembesaran hati (Hepatomegali).
5.
Tekanan darah menurun sehingga
menyebabkan syok.
6.
Pada pemeriksaan laboratorium (darah)
hari ke 3 – 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3
(Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai
normal (Hemokonsentrasi).
7.
Timbulnya beberapa gejala klinik yang
menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit perut,
diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8.
Mengalami perdarahan pada hidung
(mimisan) dan gusi.
9.
Demam yang dirasakan penderita
menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10. Munculnya
bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya pembuluh darah.
Cara Penularan
Virus-virus
dengue dilakukan ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk aedes yang terinfeksi,
terutama Aedes aegypti, dan karenanya dianggap sebagai arbovirus (virus yang
ditularkan melalui antropoda).
Bila terinfeksi, nyamuk yang akan terinfeksi sepanjang hidupnya, menularkan
virus ke individu rentan selama menggigit dan menghisap darah. Nyamuk betina
terinfeksi juga dapat menurunkan virus ke generasi nyamuk dengan penularan
transovarian, tetapi ini jarang terjadi dan kemungkinan tidak memperberat
penularan yang signifikan pada manusia.
Manusia
adalah pejamu utama yang dikenai virus, meskipun studi telah menunjukan bahwa
monyet pada beberapa bagian dunia dapat terinfeksi dan mungkin bertindak
sebagai sumber virus untuk nyamuk penggigit. Virus bersirkulasi dalam darah
manusia terinfeksi pada kurang lebih
waktu dimana mereka mengalami demam, dan nyamuk tak terinfeksi mungkin
mendapatkan virus bila mereka menggigit individu saat didalam keadaan viraemik.
Virus kemudian berkembang didalam nyamuk selama periode 8-10 hari sebelum ini
dapat ditularkan ke manusia lain selama menggigit atau menghisap darah
berikutnya. Lama waktu yang perlukan untuk inkubasi ekstrinsik ini tergantung
pada kondisi lingkungan khususnya suhu sekitar.
Demam
berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue
sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh
karenanya itu,
penyakit ini termasuk dalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue
berukuran 35-45nm. Virus ini dapat terus berkembang dalam tubuh manusia dan
nyamuk. Nyamuk betina menyimpan virus tersebut pada telurnya. Nyamuk jantan
akan menyimpan virus pada nyamuk betina saat melakukan kontak seksual.
Selanjutnya, nyamuk betina tersebut akan menularkan virus ke manusia melalui
gigitan.
Selain
itu nyamuk dapat mengambil virus dengue dari manusia yang mempunyai virus
(viremia) tersebut. Virus masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya, virus
memperbanyak diri dalam tubuh nyamuk dan menyebar ke seluruh jaringan tubuh,
termasuk kelenjar air liurnya. Jika nyamuk yang tercemar virus ini menggigit
orang sehat maka akan mengeluarkan air liurnya agar darah tidak membeku.
Bersama air liur tersebut, virus ditularkan. Siklus semacam ini layaknya
lingkaran setan yang sulit ditemukan ujung pangkalnya.
Satu-satunya
untuk memutus rangkaian ini, yaitu dengan memberantas nyamuk yang dapat
menularkan virus dengue. Nyamuk yang paling sering menimbulkan wabah demam
berdarah, nyaitu nyamuk Aedes aegypti subgenus Stegomyia. Nyamuk jenis lain,
seperti Ae.alnopictus, Ae. Polynesiensis, anggota Ae. Scutellaris complex, dan
Ae. (Finlaya) niveus juda dapat menyebarkan virus demam berdarah. Namun, tidak
setiap gigitan nyamuk jenis ini dapat mengakibatkan demam berdarah. Hanya
nyamuk yang mengandung virus dengue-lah yang dapat menimbulkan penyakit. Selain
itu, virus dengue yang sudah masuk kedalam tubuh pun tidak selalu dapan
menimbulkan infeksi. Jika daya tahan tubuh cukup kuat maka dengan sendirinya
virus tersebut dapat dilawan oleh tubuh.
Pencegahan DBD
Pencegahan dilakukan
dengan menghindari gigitan nyamuk diwaktu pagi sampai sore, karena nyamuk aedes
aktif di siang hari (bukan malam hari). Misalnya hindarkan berada di lokasi
yang banyak nyamuknya di siang hari, terutama di daerah yang ada penderita DBD
nya. Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui
metode pengontrolan atau pengendalian vektornya adalah :
1.
Pengendalian Non Kimiawi :
a.
Pada larva / jentik nyamuk
Dilakukan dengan cara
menjaga sanitasi / kebersihan lingkungan yaitu pada umumnya 3M: Menguras dan
menyikat dinding bak penampungan air kamar mandi; karena jentik / larva nyamuk
demam berdarah (Aedest Aegypti) akan menempel pada dinding bak
penampungan air setelah dikuras dengan ciri-ciri berwarna kehitam-hitaman pada
dinding, hanya dengan menguras tanpa menyikat dinding maka jentik / larva
nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti) tidak akan mati karena mampu
hidup dalam keadaan kering tanpa air sampai dengan 6 (enam) bulan, jadi
setelah dikuras diding tersebut harus disikat. Menutup rapat – rapat bak – bak
penampungan air; yaitu seperti gentong untuk persediaan air minum, tandon air,
sumur yang tidak terpakai karena nyamuk demam berdarah (Aedest Aegypti)
mempunyai ethology lebih menyukai air yang jernih untuk reproduksinya, Mengubur
barang-barang yang tidak berguna tetapi dapat menyebabkan genangan air yang
berlarut-larut ini harus dihindari karena salah satu sasaran tempat nyamuk
untuk bereproduksi. Dilakukan
dengan cara pencegahan preventive yaitu memelihara ikan pada tempat penampungan
air.
b.
Pada Nyamuk Dewasa
Dengan
memasang kasa nyamuk atau screening yang berfungsi untuk pencegahan agar nyamuk
dewasa tidak dapat mendekat pada linkungan sekitar kita.sekain itu dengan menggunkan Insect Light Killer yaitu perangkap
untuk nyamuk yang menggunakan lampu sebagai bahan penariknya (attractan)
dan untuk membunuhnya dengan mengunakan aliran listrik. Cara kerja tersebut
sama dengan Electric Raket.
2.
Pengendalian Kimiawi :
a.
Pada Larva / jentik nyamuk:
Dilakukan dengan menaburkan bubuk larvasida atau yang
biasa disebut dengan ABATE untuk
tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk ABATE
ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal
ini setiap 2-3 bulan sekali. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air
tersebut akan dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian
dalam dinding tempat penampungan air tersebut Air yang telah dibubuhi ABATE
dengan takaran yang benar, tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut
diminum.Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut :
Untuk 10 liter air, ABATE yang diperlukan = (100/10)
x 1 gram = 10 gram ABATE.Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan. Satu
sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
b.
Pada Nyamuk Dewasa
1.
Dilakukan Space Treatment :
Pengasapan (Fogging) dan Pengkabutan (Ultra Low Volume)
dengan insectisida yang bersifat knock down mampun menekan tingkat populasi
nyamuk dengan cepat.
2.
Dilakukan Residual treatment :
Penyemprotan (Spraying) pada tempat hinggapnya nyamuk biasanya bekisaran
antara 0 – 1 meter diatas permukaan lantai bangunan.
3.
Dengan memasang obat nyamuk bakar maupun
obant nyamuk semprot yang siap pakai dan bisa juga memakai obat oles anti
nyamuk yang memberikan daya fungsi menolak (repellent) pada nyamuk yang
akan mendekat.
Beberapa upaya untuk menurunkan, menekan dan
mengendalikan nyamuk dengan cara pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1.
Modifikasi Lingkungan
Setiap kegiatan
yang mengubah fisik lingkungan secara permanen agar tempat perindukan nyamuk
hilang. Kegiatan ini termasuk penimbunan, pengeringan, pembuatan bangunan
(pintu, tanggul dan sejenisnya) serta pengaturan sistem pengairan (irigasi).
Kegiatan ini di Indonesia populer dengan nama kegiatan pengendalian sarang
nyamuk ”3M” yaitu dari kata menutup, menguras dan menimbun berbagai tempat yang
menjadi sarang nyamuk.
2.
Manipulasi Lingkungan
Suatu bentuk
kegiatan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan
bagi keberadaan nyamuk seperti pengangkatan lumut dari laguna, pengubahan kadar
garam dan juga sistem pengairan secara berkala di bidang pertanian.
3. Mengubah
atau Memanipulasi Tempat Tinggal dan Tingkah Laku
Kegiatan yang bertujuan mencegah atau membatasi
perkembangan vektor dan mengurangi kontak dengan manusia. Pendekatan ini
dilakukan dengan cara menempatkan dan memukimkan kembali penduduk yang berasal
dari sumber nyamuk (serangga) penular penyakit, perlindungan perseorangan
(personal protection), pemasangan rintangan-rintangan terhadap kontak dengan
sumber serangga vektor, penyediaan fasilitas air, pembuangan air, sampah dan
buangan lainnya.
4. Pengendalian
Hayati
Cara lain untuk pengendalian non kimiawi dengan
memanfaatkan musuh-musuh alami nyamuk. Pelaksanaan pengendalian ini memerlukan
pengetahuan dasar yang memadai baik mengenai bioekologi, dinamika populasi
nyamuk yang akan dikendalikan dan juga bioekologi musuh alami yang akan
digunakan. Dalam pelaksanaanya metode ini lebih rumit dan hasilnyapun lebih
lambat terlihat dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Pengendalian hayati
baru dapat memperlihatkan hasil yang optimal jika merupakan bagian suatu
pengendalian secara terpadu.
5. Musuh alami yang
yang digunakan dalam pengendalian hayati adalah predator, patogen dan parasit.
a.
Predator
Adalah musuh alami yang berperan sebagai pemangsa
dalam suatu populasi nyamuk. Contohnya beberapa jenis ikan pemakan jentik atau
larva nyamuk.Ikan pemakan jentik nyamuk yang telah lama digunakan sebagai
pengendali nyamuk adalah ikan jenis guppy dan ikan kepala timah. Jenis ikan
lain yang dikembangkan adalah ikan mas, mujahir dan ikan nila di persawahan.
Selain ikan dikenal pula larva nyamuk yang bersifat predator yaitu jentik
nyamuk Toxorrhynchites yang ukurannya lebih besar dari jentik nyamuk lainnya (
sekitar 4-5 kali ukuran larva nyamuk Aedes aegypti). Di beberapa negara
pemanfaatan larva Toxorrhynchites telah banyak dilakukan dalam rangkaian usaha
memberantas nyamuk demam berdarah secara tepadu.
b. Patogen
Merupakan jasad renik yang bersifat patogen terhadap
jentik nyamuk. Sebagai contoh adalah berbagai jenis virus (seperti virus yang
bersifat cytoplasmic polyhedrosis), bakteri (seperti Bacillus thuringiensis
subsp.israelensis, B. sphaericus), protozoa (seperti Nosema vavraia,
Thelohania) dan fungi (seperti Coelomomyces, Lagenidium, Culicinomyces)
c.
Parasit
Yaitu mahluk hidup yang secara metabolisme
tergantung kepada serangga vektor dan menjadikannya sebagai inang. Contohnya
adalah cacing Nematoda seperti Steinermatidae (Neoplectana), Mermithidae
(Romanomermis) dan Neotylenchidae (Dalandenus) yang dapat digunakan untuk
mengendalikan populasi jentik nyamuk dan serangga pengganggu kesehatan lainnya.
Nematoda ini memerlukan serangga sebagai inangnya, masuk ke dalam rongga tubuh,
merusak dinding dan jaringan tubuh serangga tersebut. Jenis cacing Romanomermis
culiciforax merupakan contoh yang sudah diproduksi secara komersial untuk
mengendalikan nyamuk.
Meskipun demikian pemanfaatan spesies Nematoda
sampai saat ini masih terbatas pada daerah-daerah tertentu karena sebaran
spesiesnya terbatas, hanya menyerang pada fase dan spesies serangga tertentu
dan memerlukan dasar pengetahuan bioekologi yang kuat.
Cara Memberantas DBD
Departemen kesehatan
telah mengupayakan berbagai strategi dalam mengatasi kasus ini. Pada awalnya
strategi yang digunakan adalah memberantas nyamuk dewasa melalui pengasapan,
kemudian strategi diperluas dengan menggunakan larvasida yang ditaburkan ke
tempat penampungan air yang sulit dibersihkan. Akan tetapi kedua metode
tersebut sampai sekarang belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Pencegahan
penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes
aegypti.
Pengendalian nyamuk
tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu:
a.
Lingkungan
Metode
lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan
Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
perkembangbiakan nyamuk dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh : menguras
bak mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu, mengganti dan
menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu sekali, menutup dengan rapat
tempat penampungan air, mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas
di sekitar rumah. Tumpah atau bocornya air dari pipa distribusi, katup air,
meteran air dapat menyebabkan air menggenang dan menjadi habitat yang penting
untuk larva Aedes aegypti jika tindakan pencegahan tidak dilakukan.
b. Biologis
Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan
ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14). Peran pemangsa
yang dimainkan oleh copepod crustacea (sejenis udang-udangan) telah
didokumentasikan pada tahun 1930-1950 sebagai predator yang efektif terhadap
Aedes aegypti (Kay BH., 1996). Selain itu juga digunakan perangkap telur
autosidal (perangkap telur pembunuh) yang saat ini sedang dikembangkan di
Singapura.
c.
Kimiawi
Cara pengendalian ini antara lain dengan pengasapan
(fogging) (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna untuk mengurangi
kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu. Memberikan bubuk abate
(temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga,
kolam, dan lain-lain.
Fogging merupakan salah satu bentuk upaya untuk
dapat memutus rantai penularan penyakit DHF, dengan adanya pelaksanaan fogging
diharapkan jumlah penderita Demam Berdarah DHF dapat berkurang. Sebelum
pelaksanaan fogging pada masyarakat telah diumumkan agar menutup makanannya dan
tidak berada di dalam rumah ketika dilakukan fogging termasuk orang yang sakit
harus diajak ke luar rumah dahulu, selain itu semua ternak juga harus berada di
luar.
Namun demikian untuk menghindari hal – hal yang
tidak diinginkan maka dalam pelaksanaannya fogging dilakukan oleh 2 orang
operator. Operator I (pendamping) bertugas membuka pintu, masuk rumah dan
memeriksa semua ruangan yang ada untuk memastikan bahwa tidak ada orang dalam
rumah termasuk bayi, anak-anak maupun orang tua dan orang yang sedang terbaring
sakit, selain itu ternak-ternak sudah harus dikeluarkan serta semua makanan
harus sudah ditutup. Setelah siap operator pendamping ke luar dan operator II
(Operator swing Fog) memasuki rumah dan melakukan fogging pada semua ruangan
dengan cara berjalan mundur. Setelah selesai operator pendamping baru menutup
pintu. Rumah yang telah di fogging ini harus dibiarkan tertutup selama kurang
lebih satu jam dengan harapan nyamuk-nyamuk yang berada dalam rumah dapat
terbunuh semua, dengan cara ini nyamuk-nyamuk akan terbunuh karena malathion
bekerja secara “knoc donw”. Setelah itu fogging dilanjutkan di luar rumah /
pekarangan. Setelah satu rumah beserta pekarangannya selesai difogging maka
fogging dilanjutkan ke rumah yang lain, sampai semua rumah dan pekarangan milik
warga difogging.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
fogging dengan swing fog untuk mendapatkan hasil yang optimal adalah sebagai
berikut :
a. Konsentrasi
larutan dan cara pembuatannya. Untuk malation, konsentrasi larutan adalah 4 – 5
%.
b. Nozzle
yang dipakai harus sesuai dengan bahan pelarut yang digunakan dan debit
keluaran yang diinginkan.
c. Jarak
moncong mesin dengan target maksimal 100m, efektif 50m.d) Kecepatan berjalan
d. ketika
memfogging, untuk swing fog kurang lebih 500 m2 atau 2 – 3 menit untuk satu
rumah dan halamannya.
e. Waktu fogging disesuaikan dengan
kepadatan/aktivitas puncak dari nyamuk, yaitu jam 09.00 – 11.00.
Dalam pelaksanaan
fogging ini pun telah
diperhatikan hal-hal di atas sehingga diharapkan hasilnya juga optimal.
Berdasarkan hasil survei jentik ternyata masih ditemukan jentik di 5 rumah
penduduk. Jentik tersebut berada di kamar mandi, satu kamar mandi ditemukan di
luar rumah dengan kondisi kurang bersih dan kurang terawat, sedang 4 kamar
mandi yang lain berada di dalam rumah. Bahkan satu kamar mandi terbuat dari
keramik, namun demikian kamar mandi ini berhubungan langsung dengan pekarangan
yang cukup luas dengan tanaman-tanaman besar yang cukup banyak, sehingga
dimungkinkan nyamuk berasal dari pekarangan. Bagi penduduk yang kamar mandinya
masih ditemukan jentik, maka pada saat itu juga team yang bertugas langsung
memberikan pengarahan dan penyuluhan pada pemilik rumah untuk membersihkan
kamar mandinya agar tidak menjadi sarang nyamuk.
Pendapat masyarakat bahwa fogging merupakan
cara yang paling tepat untuk mencegah penyebaran penyakit demam berdarah
sebenarnya kurang tepat, karena cara ini sesungguhnya hanya bertujuan untuk
memberantas nyamuk Aedes aegypti dewasa, sehingga jika di beberapa rumah
penduduk masih diketemukan jentik nyamuk, maka dimungkinkan penularan demam
berdarah masih berlanjut dengan dewasanya jentik yang menjadi nyamuk. Apalagi
siklus perubahan jentik menjadi nyamuk hanya membutuhkan waktu kurang lebih
satu minggu. Sehingga jika di daerah tersebut terdapat penderita demam berdarah
baru maka dimungkinkan akan cepat menyebar pula. Langkah yang dianggap lebih
efektif adalah dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Cara yang paling
efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara di
atas, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu menutup, menguras dan mengubur
barang-barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga melakukan
beberapa plus seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida,
menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan
insektisida, menggunakan repellent, memasang obat nyamuk dan memeriksa jentik
berkala sesuai dengan kondisi setempat.
Kegiatannya dapat
berupa kerja bakti untuk membersihkan rumah dan pekarangannya, selokan selokan
di samping rumah serta melakukan 3M ( Menguras kamar mandi (termasuk mengganti
air untuk minuman burung dan air dalam vas bunga), menutup tampungan / tandon
air dan mengubur barang-barang bekas yang mungkin menjadi tempat sarang nyamuk,
termasuk pecahan botol dan potongan ban bekas). Jika diperlukan dapat
ditaburkan abate dengan dosis 10 gr/ 100 liter air, untuk membunuh
jentik-jentik pada bak kamar mandi maupun kolam-kolam ikan di rumah, dalam hal
ini masyarakat tidak perlu takut kalau-kalau terjadi keracunan karena abate ini
hanya membunuh jentik nyamuk dan aman bagi manusia maupun ikan.
Untuk mendapatkan hasil
yang terbaik dalam memutus rantai penularan penyakit demam berdarah adalah
dengan pelaksanaan PSN oleh masyarakat, kemudian dilakukan fogging oleh petugas
dan kembali dilaksanakan PSN oleh masyarakat. Jika cara ini telah dilakukan
oleh seluruh masyarakat secara merata di berbagai wilayah, artinya tidak hanya
satu RT atau RW saja, tetapi telah meluas di semua wilayah maka pemberantasan
demam berdarah akan lebih cepat teratasi. Sebab jika hanya satu daerah saja
yang melaksanakan program tersebut namun daerah lainnya tidak, maka
dimungkinkan orang yang berasal dari wilayah yang telah bebas namun berkunjung
ke daerah yang masih terdapat penderita demam berdarah dan tergigit oleh nyamuk
Aedes aegypti akan tertular demam berdarah pula dan dengan cepat penyakit
inipun akan tersebar luas kembali.
Pengobatan
Fokus pengobatan
pada penderita penyakit DBD adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau
mengatasi keadaan syok / persyok, yaitu dengan mengusahakan agar penderita
banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24 jam (air teh dan gula
sirup atau susu) penambahan cairan tubuh melalui infus (intravena) mungkin di
perlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan.
Transfusi platelet di lakukan jika jumlah platelet menurun drastic. Terhadap keluhan yang timbul,
selanjutnya adalah pemberian obat – obatan misalnya :
·
Parasetamol membantu menurunkan demam
·
Garam elektrolit (oralit) jika di sertai
diare
·
Antibiotik berguna untuk mencegah
infeksi sekunder, lakukan kompres dingin, tidak perlu dengan es karena bisa
berdampak syok. Bahkan beberapa tim medis menyarankan kompres dapat di lakukan
dengan alkohol. Pengobatan
alternatif yang umum di kenal adalah dengan meminum jus jambu biji bangkok,
namun khasiatnya belum pernah di buktikan secara medis, akan tetapi jambu biji
kenyataannya dapat mengembalikan cairan intravena dan peningkatan nilai
trombosit darah.
BAB III
KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE
1.
Wabah DBD di Amerika
Pada
1981, wabah DBD terjadi di Kuba, yang menandai dimulainya epidemic DBD di
Amerika. Ada sekitar 344.203 kasus DBD yang dilaporkan, termasuk 10.312 pasien
yang dilaporkan sakit berat, yakni DBD derajat 3 dan 4. Wabah penyakit DBD ini
dilaporkan menimbulkan 158 kematian, 101 dari jumlah tersebut adalah anak-anak.
Dalam periode tiga bulan, 116.143 orang dirawat di rumah sakit. Epidemi DBD
kedua terjadi di wilayah Venezuela dari Oktober 1989 hingga april 1990. Lebih
dari itu, epidemic muncul kempali pada pertengahan kedua tahun 1990 dan pada
setiap tahun selanjutnya termasuk tahun 1993. Total kasus DBD 11.260 dan 136
kematian dilaporkan di Venezuela selama periode 1989-1993. Keempat tipe virus
dengue berhasil diisolasi selama wabah
ini.
Kasus
DBD telah dilaporkan di Amerika hampir
setiap tahun sejak 1981. Negara atau daerah yang terjangkit meliputi Aruba,
Barbados, Brasil, Kolombia, Republik Dominika, EL Savador, Frens Guinia,
Guadelopue, Guetemala, Hounduras, Jamaika, Meksiko, Nikaragua, Panama, Puerto
Riko, Saint Lusia, Suriname, dan Venezuela. Pada 2001, dilaporkan ada sebanyak
609.000 kasus demam akibat inveksi virus dengue, dan 15.000 kasus diantaranya
merupakan penyakit DBD. Jumlah ini dua kali lebih besar dari kasis penyakit
serupa pada 1995.
2.
Kasus di Indonesia
Di
Indonesia, penyakit DBD kali pertama dicurigai di Surabaya pasa 1968. Namun,
konfirmasi pasti melalui isolasi virus baru didapat pada 1970. Di Jakarta,
kasus pertama dilaporkan pada 1969. Kemudia, DBD berturut-turut dilaporkan di
Bandung dan Yogyakarta pada 1972. Epidemic pertama di Luar jawa dilaporkan pada
1972 di Sumatra Barat dan Lampung, disusul di daerah Riau, Sulawesi Utara dan
Bali pada 1973. Pada 1974, wabah DBD dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa
Tenggara Barat. Pada 1994, DBD telah menyebar keseluruh provinsi (pada waktu
itu berjumlah 27 provinsi-peny) di Indonesia. Sat ini DBD menjadi endemic di
banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah sampai ke daerah
pedesaan.
Sejak
1994, seluruh provinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah
tingkat II yang melaporkan terjadinya kasus DBD juga meningkat. Namun, angka
kematian menurun tajam dari 41,3% (1968) menjadi 3% (1984), dan sejak tanuh
1991 angka kematian ini stabil dibawah 3%.
Sewaktu
terjadi wabah, berbagai tipe virus dengue berhasil diisolasi. Virus dengue tipe
2 dan tipe 3 secra bergantian merupakan tipe dominan. Di Indonesia virus dengue
tipe 3 sangat berkaitan dengan kasus penyakit DBD derajat berat dan fatal
(Smarno Poorwo Sodarmo).
Penyakit
DBD mesti mendapatkan perhatikan serius dari semua pihak, mengingat jumlah
kasusnya yang cenderung meningkat setiap tahun. Menurut data Departemen
Kesejatan Republik Indonesia, pada awal 2007 ini saja jumlah penderita DBD
telah mencapai 16.803 orang dan 267 orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah
orang yang meninggal tersebut jauh lebih banyak dibandingkan kasus kematian
manusia karena flu burunng atau Avian Influenza (AI).
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat
pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang
biasanya memburuk pada hari kedua. Vektor utama dengue di Indonesia adalah
Aedes Aegypti. Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam,
pendarahan, hepatomegali dan syok.
DAFTAR
PUSTAKA
Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W,Soegijanto
S, (2002), Demam Berdarah Dengue: Ilmu
Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan, Jakarta, Penerbit Salemba Medika.
Suroso T, Hadinegoro SR, Wuryadi S, Simanjuntak G, Umar
Al, Pitoyo PD, dkk. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Dengue dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta: WHO dan Departemen Kesehatan RI, 2000.
Soemarmo SP. Demam Berdarah Dengue pada Anak. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia, 1988.
Komentar
Posting Komentar